Tipe Pembeli Ponsel yang Manakah Anda?
Vendor ponsel biasanya membagi produknya berdasar fitur dan golongan golongan tertentu. Sony Ericsson misalnya, menyuguhkan seri W untuk music lover, seri C (cybershot) untuk yang konsen soal kamera atau seri G untuk kemudahan akses internet.
Angka yang tertera selanjutnya merupakan refleksi skala kualitas dari produk itu sendiri. Ponsel Sony Ericsson dengan kode W9xx tentunya memiliki fitur yang lebih baik dibanding W5xx atau W7xx.
Setali tiga uang, Nokia juga mengkotakkan seri produknya dengan alphabet diikuti numerasi. Bedanya, untuk seri alphabet biasanya hanya diikuti dengan 2 angka. Misalnya N96, E71 dan seterusnya.
Itu dari sisi vendor, bagaimana dari sisi konsumennya sendiri?.
Segmentasi yang dilakukan oleh vendor memang mendatangkan penglihatan pasar yang jelas. Namun dari sisi konsumen, saya lihat justru faktor-faktor psikografi, persinggungan karakter dan kemampuanlah yang lebih dominan menjadi pertimbangan mereka dalam memilih ponsel.
Secara mendasar, saya mencoba membagi pembeli/calon pembeli ponsel di Indonesia ke dalam tiga karakter:
1. Price sensitive person
Konsumen yang tergolong dalam karakter ini adalah konsumen yang selalu membandingkan apa yang dia dapat dengan lembaran uang yang ada di kantong.
Karakter konsumen dalam golongan ini akan membeli ponsel dengan mengikuti isi dompet. Pertanyaan mendasar bagi mereka adalah “Uang segini, dapat ponsel apa?”. Soal fitur adalah nomor dua. Jika telah memenuhi fungsi-fungsi dasar dan harganya masuk, maka ponsel tersebutlah yang akan jadi pilihan utamanya.
2. Feature sensitive person
Sebenarnya karakter konsumen tipe kedua ini tidak serta merta terbangun dengan sendirinya.
Faktor provokasi vendor (termasuk lewat iklan dan word of mouth), dan keberhasilan awarrenes produk juga menjadi salah satu pemicunya.
Ingat ketika awal-awal ponsel 3G muncul, orang mulai berbondong-bondong mencari ponsel 3G. Padahal layanannya pun belum ada saat itu.
Contoh lagi, ketika saat ini vendor berlomba-lomba memperkenalkan ponsel kamera dengan resolusi semakin tinggi, maka konsumen akan menentukan pilihan dengan mengacu pertanyaan “kameranya berapa megapiksel ya?.
Pertanyaan sejenis seperti “memori internalnya berapa?, OSnya apa?, support HSDPA?, udah touchsceen belum support A2DP ngga?” merupakan ciri lanjutan dari konsumen jenis ini.
Golongan feature sensitive mungkin akan berintersepsi dengan golongan price sensitive. Namun ketika fitur merupakan harga mati yang dicari, maka konsumen tipe feature sensitive ini akan keluar dari intersepsi dengan sensitifitas harga dan masuk dalam golongan “fitur” murni.
3. Image sensitive person
Golongan ketiga sebenarnya agak kompleks. Pembentukan image suatu produk selain ditentukan oleh produk itu sendiri dan wilayah intrinsik individu, ternyata juga ditentukan oleh pandangan lingkungan terhadap individu.
Ketika individu memiliki pride karena memilih ponsel yang berbeda atau belum dipunyai oleh orang lain, maka invididu tersebut telah masuk dalam kategori konsumen image sensitive.
Akhir-akhir ini sering melihat orang menenteng Blackberry Bold?
Sekian persen dari pengguna Blackberry mungkin akan masuk dalam golongan sensitif fitur, tapi berkat tayangan sinetron yang menampilkan artis-artis yang setiap saat marah-marah via telepon Blackberry, maka jumlah pemakai Blackberry yang masuk kategori image sensitive menjadi lebih dominan.
Contoh di atas menjadikan faktor tren dan trensetternya juga ikut mempengaruhi golongan ini.
Contoh lain adalah ketika seorang konsumen selalu membeli ponsel dengan merek yang sama, Entah karena pengalaman turun temurun, atau karena kebiasaan menu dan pemakaian, maka indibidu tersebut juga telah masuk dalam wilayah image sensitive.
Contoh lainnya adalah para kolektor ponsel. Tak peduli berapa mahal harganya, atau seberapa uzur barangnya. Ketika keinginan untuk memiliki sudah sedemikian memuncak maka mereka akan memburunya.
Dari contoh di atas, kategori image sensitive bisa diturunkan lagi menjadi:
* Personalization sensitive person
* Trend sensitive person
* Brand sensitive person
Ilustrasi di atas juga menjelaskan mengapa golongan ketiga ini hampir tak pernah bersinggungan dengan golongan pertama (price sensitive). Uang bukanlah faktor utama dalam meilih, meski kadang-kadang tetap masuk sebagai faktor yang diperhitungkan. It’s not about money, its about pride and satisfactiion!
sumber ; netsains.com
Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :
- Obat Kuat GASA Bikin Tegang/Ereksi Kuat Atasi Impotensi, Herbal Mengatasi Lemah Syahwat, Aman, Resmi BPOM
- Obat Kuat Foredi GEL Bikin Tahan Lama Berhubungan Intim FOREDI Gel Herbal Oles, Terlaris di Internet, Aman, Rekomendasi Boyke
- LADYFEM Khusus Cewek Herbal Istimewa! Untuk Atasi Masalah Kewanitaan, Solusi Wanita FRIGID, Kurang Bergairah, Sulit Orgasme
- TISU MAJAKANI Bikin Keset, Wangi, Atasi Keputihan, dst... Tisu Majakani by Boyke and Co, Spesial Untuk Organ Intim Wanita, Agar Lebih Elastis, Kesat dan Wangi
- Pengencang Payudara, Bikin Payudara Gadis Kencang, Sehat, Indah
Cream Bikin Kencang Payudara, Sehat dan Indah! Cocok Buat Anda Yang Suka Perawatan Tubuh!
24 Januari 2009 pukul 17.23
Beli yang untuk keperluan saja mas, percuma mahal-mahal jika manfaatnya nggak ada
24 Januari 2009 pukul 19.33
Yup, emang gitu. kecuali kalau emang dia orang yang kebanjiran duit tiap hari, buat apa banyak duit kalau gak buat foya-foya, khan begitu bagi mereka yang kebanyakan duit.
Cangkruk
25 Januari 2009 pukul 21.52
sering ganti hape..males mindain nomornya bro..palagi dq, lbh sribuan phone book..